Satu
PESTISIDA DAN
PERLINDUNGAN
TANAMAN
Begitu
melekatnya pestisida dalam
benak para petani dan praktisi pertanian, sehingga
ketika terjadi serangan hama dan penyakit pada tananam yangdi usahakan, pikiran
mereka langsung tertuju pada pertannyaan
,”pestisida apa yang harus disemprotkan?” mereka tidak sempat lagi memikirkan
penyebab serangan, ada
tidaknya kesalahan dalam mengelola tanaman sehingga terjadinya serangan, atau pertanyaan lain yang membuka
kemungkinan mencari alternative pengendalian hama selain pestisida.
Sebenarnya keberadaan hama dan
penyakit tanaman yang disebut organisme pengganggu tanaman (OPT) pada areal
pertanian merupakan akibat ulah manusia. Perubahan ekosistem hutan menjadi
areal pertanian adalah salah satu penyebab utama. Dalam ekosistem hutan, setiap rantai makanan berada
dalam keadaan normal. Setiap organisme berada dalam jumlah yang seimbang dengan
organisme lain yang
menjadi musuh atau pemangsanya, sehingga tidak ditemui organisme telah merusak
keseimbangan tersebut, di antaranya terjadi pemutusan beberapa rantai makanan.
Contohnya adalah menurunya populasi unggas yang merupakan pemangsa belalang akibat penebangan
pohon dengan menyebabkan peningkatan populasi belalang. Peningkatan ini
tentunya diikuti oleh meningkatnya kebutuhan bahan makanan. Tidak ada jalan lain, belalang
mencari makanan di areal pertanian sehingga menjadi hama tanaman.
Dengan kerangka pemiran tersebut OPT
dapat diartikan sebagai organisme yang jumlahnya tidak seimbang dengan pemangsa
(musuh alami) di dalam rantai makananya, sehingga mengganggu pertumbuhan
tanaman. Sebagai ilustrasi, beberapa ekor belalang pada suatu daerah pertanian
belum dapat di katakan sebagai hama jika jumlahnya masih dapat dikendalikan oleh
musuh alaminya, seperti unggas.
Di samping itu, kerusakan yang ditimbulkan, secara ekonomi tidak begitu
berarti.
Dalam merumuskan OPT dikenal istilah
ambang ekonomi hama, yaitu batasan jumlah tertentu
dari populasi OPT yang cukup membuat kerusakan tanaman dan secara ekonomi mulai
merugikan. Nilai ambang ekonomi ini
menjadi garis pemisah antara OPT dan OPT yang dikendalikan. Tindakan
pengendalian OPT perlu di lakukan hanya jika OPT mulai bergerak di atas nilai
ambang ekonomi tersebut.
OPT dikelompok menjadi tiga
golongan. Pertama, hama atau binatang
perusak tanaman, seperti serangga, moluska, dan mamalia. Kedua, penyakit yang di sebabkan oleh jasad mikro,seperti jamur,
bakteri , dan virus. Ketiga, gulma,
yaitu tumbuhan yang tidak diharapkan tumbuh, sehinggga bersaing dengan tanaman utama. Gulma
sering disebut sebagai tumbuhan salah tempat. Berdasarkan tiga golongan ini,
OPT sering disebut sebagai HPG (Hama, Penyakit,
dan Gulma).
Tindakan pengendalian OPT dikenal
sejak manusia bercocok tanam. Pengendalian
hama adalah tindakan pengendalian yang paling awal dikenal manusia dengan
mengusir hama melalui tindakan fisik, seperti
pengasapan. Sementara
itu, kerusakan
akibat penyakit baru diketahui penyebabnya setelah abad ke-19. Sebelumnya,
kerusakan yang disebabkan oleh penyakit tidak diketahui dan selalu dikaitkan dengan mitos-mitos yang berkembang
di masyarakat. Pada awal abad ke-19, ilmu
penyakit tanaman mulai berkembang pesat dan memberikan teori yang benar tentang jamur sebagai salah
satu penyebab kerusakan tanaman. Terobosan terlbesar terjadi psda tahun 1874
ditemukan DDT (dikloro difenil trikloroetana) sbagai insektisida oleh Zeidler seorang sarjana kimia dari jerman. Kemudian
pada tahun 1882 mulai digunakan bubuk bordeoux (campuran Cu So4 dan kapur)
sebagai fungisida. Kedua penemuan ini sangat efektif dalam membantu petani
untuk mengatasi masaalah serangan OPT, sehingga dimulailah produksi pestisida
secara besar-besaran. Pada tahun 1930-an pestisida komersial diperdagangkan di
Amerika.
Penemuan bubuk bordeoux dan DDT merupakan sumbangan yang sangat berarti dalam dunia pertanian. Penemuan
tersebut telah mengantar sektor
pertanian menuju terjadinya Green
Revolution. Peningkatan hasil panen dan pendapatan petani secara
signifikan. Kemiskinan dan kelaparan diberbagai belahan dunia secara perlahan
teratasi dan mendorong swasembada pangan diberbagai Negara, termasuk Indonesia.
Setelah keberhasilan itu, berbagai
upaya dilakukan secara intansif
untuk menemukan racun-racun kimia yang lain untuk mengendalikan OPT.
Hingga saat ini, pestisida kimiawi
masih dianggap satu-satunya senjata pamungkas untuk menghadapi serangan OPT.
Banyak merek dan jenis pestisida yang beredar dipasaran dengan berbagai
keunggulan yang ditawarkan. Pada tahun 1984 Indonesia menguasai 20% dari pangsa
pasar pestisida dunia. Dalam periode 1982 – 1987 terjadi peningkatan jumlah
pemakaian pestisida sebesar 236% dibandingkan dengan periode sebelumnya. Khusus
untuk insektisida, peningkatannya mencapai 710% 1.723 ton, yang berarti setiap hektar lahan pertanian
menggunakan 1,69kg insektisida (Reza dan Gayatri, 1994). Pada tahun 2000, pestisida yang terdaftar Pada
Komisi Pestisida Departemen Pertanian Republik Indonesia telah mencapai 594
merek dagang.
Walaupun para petani dan praktisi
pertanian sudah sangat akrab dan tingkat keuntungannya yang tinggi terhadap
pestisida, ternyata masih
banyak sekali kesalahan yang terjadi dilapangan. Pengetahuan dasar tentang cara
pemakaian pestisida yang benar ternyata masih sangat kurang. Sering terdengar
berita, petani menggunakan satu pestisida hanya karena mengikuti petani lain
yang telah menggunakannya, tanpa
mengetahui persis kegunaan dan cara pemakaiannya. Pencampuran pestisida adalah
hal yang biasa dilakukan oleh petani dengan alasan jika hanya menggunakan satu
jenis pestisida, tidak
efektif untuk mengendalikan hama. Hal ini dilakukan tanpa mempertimbangkan
pestisida tersebut boleh dicampurkan atau tidak. Tidak sedikit pula perusahaan
agrobisnis yang sangat fanatik dengan satu merek pestisida, meningkatkan
konsentrasi insektisda hingga jauh diatas saran
yang tertera pada labelnya. Alasannya, pada konsentrasi rendah pestisida
tidak lagi efektif untuk membunuh hama. Pemakaian pestisida yang benar ternyata
tidak semudah yang di bayangkan, sehingga pengetahuan dasar tentang hama
penyakit dan cara pemakaian pestisida wajib dimiliki setiap pengguna pestisida.
Peristiwa pahit telah terjadi dalam
sejarah pertanian di Indonesia. Pada tahun 1976-1977 serangan hama wereng
diperkirakan telah menyerang 1 juta hektar tanaman padi,terutama di pulau Jawa, Bali, dan Sumatera. Jutaan ton beras
gagal dipanen. Padahal saat itu usaha penyemprotan insektisida sudah sangat
intensif dan sampai dilakukan beberapa kali dalam seminggu, bahkan penyemprotan
dari udara pun sudah dilakukan. Meskipun demikian,hama wereng tetap berkembang.
Ironisnya, 5 tahun sebelumnya wereng bukanlah perusak tanaman padi.
Pestisida merupakan sarana
produksi dengan harga yang sangat mahal, sehingga
penggunaanya harus seefisien dan setepat mungkin, baik dari segi jenis, dosis
pestisida, maupun cara dan waktu pemakaiannya. Pemakaian pestisida sembarangan
bukan saja memboroskan biaya produksi, melainkan menimbulkan dampak sampingan
yang merugikan seperti dibawah ini.
- Pencemaran air dan tanah
yang akhirnya akan kembali lagi ke manusia dan mahluk hidup lainnya, dalam
bentuk makanan dan air minum yang tercemar.
- Matinya musuh alami. Setiap
organisme dialam mempunyai musuh alami (predator) yamg akan mengendalikan
populasinya. Jika musuh alami musnah, akan terjadi peningkatan populasi
yang menyebabkan organisme tersebut menjadi hama (resurgensi hama) dengan
tinkat serangan yang jauh lebih besar dari yang terjadi sebelumnya.
- Kematian organisme bukan
sasaran,padahal organisme in merupakan predator OPT jenis lainnya. Dengan
begitu, kemungkinan terjadi serangan OPT jenis lain (hama sekunder) akan
meningkat. Contohnya, penyemprotan insektisida dengan konsentrasi yang
sangat tinggi untuk membasmi ulat grayak bias saja membunuh serangga lain,
seperti belalang sembah yang merupakan pemangsa kutu daun (dalam hal ini
kutu daun adalh hama sekunder). Pemakaian pestisida dengan konsentrasi
tinggi selain akan menghabiskan hama ulat grayak, akan mematikan belalang
sembah,sehingga setelah ulat grayak habis,tanaman kemungkinan besar akan
diserang hama kutu daun.
- Kematian organisme yang
menguntungkan, seperti lebah yang sangat berperan dalam proses penyerbukan
bunga.
- Timbulnya kekebalan OPT
terhadap pestisida. Hal ini disebabkan
perkawinan OPT yang tersisa setelah penyemprotan pestisida akan
menghasilkan keturunan yang kebal terhadap pestisida tertentu, karena
telah menjadi perubahan-perubahan genetik
Bagaimanapun pestisida adalah
racun yang sangat berbahaya bagi manusia. Karenanya, factor keamanan dalam
memakai peestisida perlu mendapatkan prioritas. Sangat disayangkan, di
Indonesia kesadaran akan keselamatan kerja bagi pengguna pestisida masih sangat
rendah. Barangkali hal ini disebabkan dampak keracunan pestisida baru akan
terlihat dalam jangka panjang. Data yang dikumpulkan WHO menunjukan 500.000
hingga 1.000.000 orang pertahun di seluruh dunia telah mengalami keracunan
pestisida. Sekitar 5.000 – 10.000 orang per tahun diantaranya mengalami dampak
yang sangat fatal,seperti kanker, cacat, kemandulan, dan liver. Pesticide Action Network (PAN) melaporkan
bahwa seluruh pekerja wanita pada sebuah perkebunan di Malaysia telah mengidap
penyakit kulit akibat sering bersentuhan dengan pestisida (Surabaya Pos, 14 April 1994).
Untuk menghindari dampak buruk
dan ketergantungan pemakaian pestisida, pemerintah melalui Keputusan Presiden
nomor 3 tahun 1986 telah melarang pemakaian 57 jenis pestisida, karena lebih
sering mengakibatkan keracunan dan pencemaran. Selain itu, pemerintah
mempopulerkan kembali suatu konsep yang disebut sebagai pengendali hama terpadu
(PHT) atau intregated pest management
(IPM). Konsep ini lebih menekan pada
tanaman yang diusahakan dan bukan pada OPT. Dalam perapan PHT , pestida hanya
di gunakan dalam batas-batas tertentu sebagai alternative terakhir dengan
memprioritaskan keselamatan pekerja dan lngkungan sekitarnya.
***
Dua
PENGENDALIAN
HAMA
TERPADU (PHT)
A.
Strategi
Penerapan PHT
Pengertian
PHT sangat beragam, tergantung dari tingkat pemahaman seseorang tentang
ekosistem budi daya tanaman. PHT integrated
pest management (IPM) merupakan cara
pengelolaan pertanian dengan setiap keputusan dan tindakan yang diambil
selalu bertujuan meminimalisasi serangan OPT, sekaligus mengurangi bahaya yang
ditimbulkannya terhadap manusia, tanaman, dan lingkungan. Pada PHT dapat
dikatakan berhasil jika populasi OPT selalu berada di bawah ambang ekonomi,
diikuti dengan peningkatan hasil panen dan penurunan biaya produksi, serta
semakin kecilnya dampak buruk terhadap manusia dan lingkungan.
Dalam pelaksanakan PHT setiap sumber
daya yang ada digunakan semaksimal mungkin untuk mencegah OPT mencapai jumlah
yang secara ekonomi merugikan. Konsep PHT disusun berdasarkan prinsip-prinsip
ekologi, seperti rantai makanan. Hubungan timbal balik antar tanaman dan OPT,
OPT dan pemangsanya, tanaman dan lingkungan fisiknya (misalnya cuaca dan
tanah),serta OPT dengan linkungan fisiknya sangat diperhatikan.
Arti ambang ekonomi dalam konsep ini
sangat penting. Tindakan pengendalian OPT baru dilakukan jika kerusakan yang
disebabkan oleh OPT telah melewati ambang ekonomi. Pada tingkat serangan OPT
yang ditunjukan oleh nilai ambang ekonomi (Tabel 1), biaya yang dibutuhkan
untuk mengendalikan OPT masih lebih kecil daripada potensi kerusakan tanaman
yang disebabkan oleh jenis OPT tersebut. Penerapan PHT tidak bertujuan untuk
menghabiskan populasi OPT,karena pada dasarnya OPT selalu ada dilahan
pertanian. Jika kondisi lingkungan menguntungkan bagi OPT,OPT dapat berkembang
cepat sehingga melewati ambang ekonomi. Dalam kondisi ini diperlukan suatu
tindakan pengendalian yang bertujuan menekan kembali populasi OPT hingga
dibawah batas ambang ekonominya.
PHT merupakan koreksi penggunaan
pestisida yang dahulu dijadiakan satu-satunya andalan dalam pengendalian hama.
Pada konsep ini pestisida dalam batas-batas tertentu hanya digunakan sebagai
alternative terakhir. Pestisida merupakan salah satu komponem pengendalian hama
dalam PHT yang digunakan dalam keadan terpaksa dengan cara yang sangat
berhati-hati. Komponem-komponem lainnya adalah cara-cara budi daya, misalnya
benih unggul yang tahan terhadap serangan OPT danrotasi tanaman;cara
fisik,seperti pengumpulan hama dan eradikasi;cara biologis,seperti introduksi
musuh alami;dan cara lainnya yang layak diterapkan akan lebih mendapat
prioritas. Komponem-komponem tersebut tidak berdri sendiri,tetapi meruoakan
suatu kesatuan yang saling mendukung satu sama lainnya (efek sinergis).
Laporan keberhasilan dalam penerapan
PHT menunjukan penurunan dratis dari pemakaian pestisida kimiawi yang diikuti
peningkatan hasil yang signifikan. Petani kentang dan kubis di Lembang, Jawa
Barat, yang telah menerapkan PHT mampu menghemat pemakaian pestisida hingga
62-80% dan hasil panen meningkat 16% untuk kubis dan hingga 24% untuk kentang
(Neraca, 7 September 1994). Petani bawang merah di Brebes, Jawa Tengah setelah menerapkan
PHT mampu mengurangi frekuensi penyemprotan pestisida dari 20 kali semusim
menjadi 4 kali saja. Jadi, program PHT bukan program yang anti-pestisida,
melainkan pestisida digunakan secara terpadu dengan cara lainnya untuk
mendapatkan hasil yang optimal.
Pengetahuan para praktis pertanian
tentang PHT, budi daya tanaman, dan interaksinya dengan factor-faktor
lingkungan merupakan kunci keberhasilan penerapan PHT. Pengetahuan tentang OPT
yang dibutuhkan antara lain pengenalan gejalah awal, identifikasi jenis-jenis
OPT yang spesifik,siklus hidup OPT , dan bagaimana interaksinya dangan
linkungan fisik. Contohnya, musim panas yang panjang akan menyebabkan
perkembangan serangga lebih cepat, sedangkan pada musim hujan serangan penyakit
jamur dan bakteri akan meningkat. Dari pengetahuan dasar tersebut dapat
ditentukan waktu dan bentuk tindakan yang harus dilakukan.
Pengetahuan tentang budi daya
tanaman yang dibutuhkan antara lain pemupukan yang tepat, pengolahan tanah,
pemilihan benih dan bibit unggul, pemangkasan dan lainnya, diperlukan untuk
mendapatkan tanaman dengan pertumbuhann optimal. PHT tidak akan berhasil tanpa
program budi daya yang baik dan benar. Tanaman yang sehat akan lebih tahan
terhadap serangan OPT dan lebih cepat sembuh setelah terjadi serangan hama dan
penyakit. Telah lama diketahui bahwa praktek budi daya yang dilakukan dilapagan
mempengaruhi keberadaan suatu penyakit atau hama tertentu dan berpengaruh pula
terhadap besar kecilnya tingkat serangan. Contohnya, jika pupuk nitrogen ditebarkan
sampai pada batas tertentu, pertumbuhan tanaman akan meningkat. Peningkatan
pupuk N ini jika tidak diikuti dengan aspek budi daya lainnya akan berpengaruh
buruk, karena peningkatan N akan meningkatkan pengambilan air. Jika peningkatan
kebutuhan air tidak dapat terpenuhi, akan menyebabkan tanaman stress dan mudah
terserang penyakit.
B. Tahap Pelaksanaan PHT
Pelaksanaan
PHT merupakan siklus yang terjadi secara terus-menerus selama kegiatan
pertanian dilakukan dengan sangat mengandalkan pada kegiatan monitoring
(inspeksi lapangan).
a.
Pengumpulan
data sejarah lahan
Data
sejarah lahan merupakan sumber informasi yang sangat berharga dalam pelaksanaan
PHT. Data yang diperlukan, seperti jenis tanaman yang telah ditanam sebelumnya,
thenik budi daya yang telah dilakukan, serangan OPT yang pernah terjadi,
tindakan pengedalian OPT yang pernah dilakukan, keadaan iklim, dan data lainnya
yang berpengaruh terhadap kegiatan budi daya.
b.
Inpeksi
Lapangan
Inpeksi
lapangan selain bertujuan luntuk memantau pertumbuhan tanaman dan hasil dari
thedkni busi daya yang tdelajhl dilakukan ,juga bertujuan untuk memantau
perkembangan OPT. Semakin teratur dan sering kegiatan ini dilaksanakan, semakin
baik hasilnya. Berikut dua hal yang perlu dilakukan dalam memantau perkembangan
OPT.
1.
Diagnosis Penyakit
Diagnosis mengenai penyakit OPT yang
menyerang dan menyebabkan kerusakan pada tanaman dapat dilakukan dengan
memperhatikan gejala-gejala penyakit yang ditunjukan tanaman. Gejala-gejala
yang ditimbulkan biasa khas untuk setiap jenis hama penyakit. Selanjutnya,
hasil diagnosis deapat digunakan untuk menentukan tindakan pengendalian yang
harus dilakukan, karena setiap jenis OPT memerlukan tindakan pengendalian yang berbeda. Diagnosis yang tepat akan
menuju pada tindakan pengendalian yang tepat, dan mencegah tindakan yang tidak
diperlukan, begitu pula
sebaliknya.
Hasil diagnosis sedapat mungkin
secara spesifik dapat menunjukan spesies yang menyebabkan kerusakan tanaman.
Untuk OPT yang sulit didiagnosis, dapat dilakukan analisis di laboratorium.
Dapat di manfaatkan laboratorium di perguruan tinggi atau balai penelitian
tanaman. Misalnya, laboratorium di Jurusan Hama Penyakit Tanaman IPB yang lebih
dikenal dengan nama “Klinik Tanaman”. Caranya dengan mengirimkan contoh tanaman
yang terserang penyakit, kemudian klinik tanaman akan memberikan kesimpulan
penyebab penyakit tersebut. Untuk tujuan praktikal,gejala tanaman dibawah ini
dapat menjadi petunjuk untuk mencari penyebab golongan OPT yang menyebabkan
kerusakan tanaman.
-
Kerusakan
fisik pada organ tanaman, seperti daun berlubang atau ranting patah disebabkan
serangan hama yang dapat diatasi dengan insektisida.
-
Jika
terdapat organ yang membusuk dengan benang-benang halus yang disebut bifa, berarti tanaman telah terserang
jamur. Kumpulan bifa yang keluar dari
bagian tanaman biasanya berwarna putih, kuning, merah atau bias pula berbentuk
tonjolan seperti bisul kecil. Untuk memastikannya, bagian tanaman yang terkena
penyakit diambil sedikit, diletakan diatas kertas tisu basah, kemudian
ditempatkan diwadah transparan, seperti gelas tertutup. Setelah beberapa hari,
jika terlihat kumpulan benang-benang halus (bifa),
dapat dipastikan penyebab penyakit tanaman adalah jamur. Penyakit jamur dapat
diatasi dengan fungisida.
-
Sedangkan
jika bagian yng membusuk itu mengeluarkan lendir setelah dicelupkan kedalam
air, kemungkinan besar tanaman telah terinfeksi bakteri yang umumnya menyerang
pembul kapiler tanaman.
-
Perlu
diperhatikan bahwa dengan terlukanya organ tanaman karena serangan hama
(penyebab primer), dapat diikuti dengan masuknya jamur atau bakteri (penyebaba
sekunder) yang menyebabkan kerusakan lebih parah, sehingga perlu dilakukan
pengendalian untuk keduanya.
2. Pemantauan Siklus Hidup OPT
Dengan mengetahuai siklus hidup OPT
dapat diketehui fase pertumbuhan OPT yang menimbulkan kerusakan pada tanaman
dan waktu dilakukan tindakan pengendalian. Jika telah diketahui siklus hidup
OPT, dapat ditetukan cara yang efektif untuk memutuskan siklus tersebut.siklus
hidup berbagai jenis OPT dapat diketahui dari literature yang membahas
jenis-jenis hama dan penyakit dan dapat dibandingkan dengan kondisi lapangan.
Sebagai contoh gambar berikut ini adalah siklus hidup dari kumbang daun (Papilla Japonica).
C.
Penetapan
ambang ekonomi
Petetapan
ambang ekonomi dari kerusakan yang ditimbulkan oleh hama dan penyakit tanaman,
untuk jenis tanaman tertentu yang disebabkan oleh OPT tertentu, haruslah
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1. Spesifik
Nilai
ambang ekonomi yang dibuat hanya untuk satu jenis OPT tertentu yang merusak
jenis tanaman tertentu, sehingga ambang ekonomi untuk kumbang kelapa misalnya,
tidak dapat digunakan untuk jenis hama lainnya pada tanaman yang sama.
2. Mudah
Terukur
Parameter
yang dipakai harus kuantitatif dan bukan kualitatif sehingga mudah pengamatan
dilapangan. Artinyan pengukuran dapat dilakukan semua orang dengan hasil yang
mmendekati sama.
3. Mempertimbangkan
OPT dan tanaman
Nilai
ambang ekonomi yang dibuat harus pula mempertimbangkan kecepatan
perkembangbiakan jenis OPT dan nilai ekonomi tanaman. Table beriku merupakan
contoh pentapan nilai ambang ekonomi yang benar.
Tabel 1. Contoh
penetapan nilai ambang ekonomi hama
Jenis hama
|
Ambang ekonomi
|
Penggerek batang padi
Wereng punggung putih pada
padi
Walang sangit pada tanaman
padi
Ulat grayak pada tanaman padi
Kutu daun (myzus persicae) pada bawang merah
Ulat grayak pada tanaman
kubis
Penggerek tongkol (Heliotis sp) pada jagung
Ulat grayak pada cabai
Thrips pada tomat
Penghisap daun (Empoasca sp) pada kacang tanah
Lalat Agromyza sp pada kacang panjang
|
Ø 1
kelompok telur /m2 atau intesitas seranganrata-rata 10%
Ø 1
ekor / tanaman
Ø 5
ekor /m2 pada tahap tanaman setelah berbunga
Ø 5
ekor /m2
Ø 10
ekor ninfa / 35 helai daun
Ø 5
ekor ulat setiap 10 tanaman
Ø 3
tongkol rusak / 30 tanaman
Ø 2
ekor larva / tanaman
Ø 1
ekor pada tanaman
Intensitas serangan > 12,5 %
Intensitas serangan > 1 %
|
d.
Tahap
pelaksanaan
Berikut
ini disajikan beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengendalikan serangan
OPT menurut konsep PHT. Untuk mencapai efektifitas pengendalian OPT, seluruh
cara dibawah ini sebaiknya dilakukan
secara terpadu dan saling melengkapi.
1.
Genetik
Pelaksanaan PHT dimulai dengan
pemilihan jenis tanaman dan varietas yang tahan terhadap serangan OPT. program
pemilihan tanaman telah banyak menghasilkan varietas tanaman yang tahan
terhadap serangan OPT. tanaman transgenic merupakan contoh mutakhir yang sampai
saat ini masih kontroversial. Selain itu, pemilihan jenis tanaman juga
mempertimbangkan kesesuaianya dengan kondisi lingkungan dilokasi penanaman.
Saat ini terdapat kecenderungan untuk mengusahakan tanaman diluar zona
adaptasinya. Contohnya adalah penanaman tanaman dataran tinggi didataran
rendah, sehingga tanaman mudah stress dan kemungkinan terserang OPT meningkat.
Sangat disarankan melakukan pergiliran tanaman dan menerapkan
system tumpang sari untuk memperkecil kerugian akibat serangan OPT. biasanya
OPT tertentu akan menyerang suatu jenis tanaman tertentu. Contohnya, jika saat
ini tanaman cabe banyak terkena penyakit antraknosa, sebaiknya pada musim tanam
berikutnya hindari penanaman keluarga cabe (solanaceae), seperti tomat atau
terung. Akan lebih baik jika ditanami jenis kacang-kacangan atau jagung. Karena
hal tersebut akan memutuskan siklus hidup penyakit antranoksa,sehingga akan
mencegah terjadinya serangan yang lebih besar dikemudian hari.
1. Sanitasi
Sanitasi merupakan usaha untuk
memperkecil kemungkinan meluas atau menularnya serangan OPT. Tindakan yang
harus dilakukan sebagai berikut.
-
Menggunakan benih bersertifikat yang bebas penyakit,
karena banyak sekali penyakit yang menular
melalui benih (seed born).
-
Memusnahkan atau memangkas tanaman yang sakit, terutama
tanaman yang terkena penyakit akibat virus, seperti penyakit keriting pada
tanaman cabe.
-
Membersikan areal tanaman pertanian dari tumpukan sampah.
Telah diketahui bahwa tumpukan sampah merupakan sumber berbagai macam penyakit.
Contohnya kumbang kelapa yang selalu memilih tumpukan sampah untuk meletakan
telurnya.
-
Membersikan peralatan yang terkontaminasi penyakit
tanaman.
2. Perlakuan
Fisik
Perlakuan
atau tindakan fisik lebih banyak dilkukan untuk mengendalikan serangan hama.
-
Pemasangan perangkap dan geropyokan untuk mengendalikan hama tiklus.
-
Paemakaian perangkap lampu untuk menjerat serangga.
-
Pemasangan bebegig
atau orang-orangan sawah untuk mengusir burung.
3. Pengendalian
Biologis
Cara ini
dilakukan dengan menyebarkan dan memelihara musuh alami atau predator dari OPT
tertentu didaerah pertanian. Musuh alami yang paling populer saat ini adalah
jenis bakteri bacillus thuringiensis yang merupakan sumber
penyakit ulat api pada kelapa sawit, ulat putella
sp. Pada tanaman kubis, dan penggerek batang tebu. Pada tahun-tahun
terakhir bakteri bacillus thuringiensis
telah dikembangkan secara komersial yang dikenal sebagai pestisida biologias.
Beberapa merek dagang yang telah tersedia dan dipasarkan seperti thuricide HP,
delfin WDG, dan costar OF.
Contoh lain
dari musuh alami OPT adalah belalang sembah ayang merupakan pemangsa kutu daun
(aphid), ular piton dan burung hantu pemangsa tikus sawah, jamur beauvearia
bassiana dan metarrhizium anisoppliae menjadi penyakit untuk ulat jengkal
(Ectropis burmitra) pada tanaman teh. Keberadaan musuh alami ini harus tetap
terjaga dengan cara menyediakan keadaan lingkungan yang sesuai dan tidak
menyemprotkan pestisida secara berlebihan.
Untuk
memilih cara biologis yang sesuai dangan masalah yang dihadapi di lapangan,
perlu dilakukan penelusuran literatur agar diperoleh hasil penelitian tentang
efektifitas musuh alami untuk tanaman tertentu dan cara pemanfaatanya.
Pengendalian biologis memerlukan waktu yang lebih lama untuk memperlihatkan
hasil yang diharapkan jika dibandingkan dengan pemakaian pestisida kimia.
Meskipun demikian, dalam jangka panjang mampu memberikan perlindungan yang
lebih maksimal.
4. Pengendalian
Kimiawi
Cara ini
digunakan cara kimia (pestisida) untuk mengendaliakn OPT. Dalam banyak kasus
pestisida memang berhasil menekan populasi OPT dalam waktu singkat, jika
digunakan dengan tepat sebagai bagian dari strategi penerapan PHT. Pada PHT,
pemakaian pestisida yang berspektrum luas, dengan dosi tinggi, dan pemakaian
satujenis pestisida dalam waktu panjang harus dihindari. Hal ini harus dibahas
lebih lanjut pada bab berikutnya.
5. Pencatatan
dan Evaluasi
Kegagalan
atau keberhasilan suatu tindakan pengendalian OPT harus dicatat dengan rinci
untuk dievaluasi kelebihan dan kekuranganya. Catatan-catatan ini suatu saat
akan kembali menjadi bagian dari sejarah lahan.
********************************
Tiga
JENIS DAN SIFAT
PESTISIDA
Pada saat ini, di pasaran
beredar ratusan merek dagang pestisida dengan berbagai macam kandungan bahan
aktif,fungsi, bentuk formulasi, dan cara kerjanya. Sbelum memilih jenis
pestisida yang sesuai dengan kebutuhan tanaman, harus diketahui terlebih dahulu
tujuan penyemprotan pestisida. Penyemprotan OPT yang tergolong serangga berbeda
dengan golongan jamur atau bakteri. Demikian pula cara kerja pestisida akan
berpengaruh terhadap jenis OPT, misalnya serangga yang dapat terbang berbeda
dengan serangga yang statis. Kesalahan sering terjadi dalam pemilihan pestisida
biasanya disebabkan tidak tahunya pemakai mengenai jenis dan sifat pestisida
yang digunakan.
A. Penggolongan Pestisida
a.
Fungsi pestisida
Secara garis
besar pestisida dapat dikelompokan berdasarkan kelompok OPT yang akan
dikendalikan dan berdasarkan fungsi pestisida tersebut. Penggolongan inilah
yang sering menimbulkan salah pengertian dari pemakaiannya, sehingga
menimbulkan kesalahan dalam aplikasinya. Karena kesalahan dalam memilih jenis
pestisida yang akan digunakan menyebabkan tidak berfungsinya pestisida tersebut
seperti yang diharapkan. Sebelum membuat keputusan dalam memilih pestisida
harus diketahui dahulu fungsi beberapa golongan pestisida pada tabel.
Tabel 2. Fungsi beberapa jenis pestisida
Jenis
pestisida
|
Fungsi
|
Contoh
merek dagang
|
Insektisida
Fungisida
Herbisida
Bakterisida
Rodentisida
Nematisida
moluskisida
|
Mengendalikan
serangga
Mengendalikan
jamur
Mengendalikan
gulma
Mengendalikan
bakteri
Mengendalikan
tikus
Mengendalikan
nematoda
Mengendalikan
siput
|
Regent,
Dursban, Sherpa Dll
Dithane
M45, Daconil, Dll
Round
Up, DMA 6, Dll
Agrept,
Starner, Kasumin
Klerat,
Petrokum, Dll
Furadan
3 G, Rugby 10 G
Siputox
5G, Boss 250 EC
|
Pembahasan selanjutnya
akan terfokus ada insektisida, fungisida, dan herbisida, karena ketiga golongan
pestisida trsebut yang paling banyak digunakan dalam pertanian. Masing-masing
golongan terdiri banyak merek dagang dipsaran, dan mengandung bahan aktif yang
berbeda.
Selain dikenal melalui merek dagang, pestisida dikenal
melalui jenis bahan aktif yang dikandungnya. Nama bahan aktif merupakan nama
umum dari nama senyawa kimia yang mengandung racun. Nama senyawa kimia biasanya
terlalu panjang dan tidak praktis digunakan. Bahan aktif yang jumlahnya sangat
banyak itu dikelompokan dalam beberapa golongan menurut kesamaan struktur kimia
dan biasanya memiliki cara yang sama dalam meracuni OPT. Tata nama (nomenclatur) pestisida merupakan
ketetapan internasional, sehingga diseluruh negara memiliki kesamaan dalam
menyebutkannya. Berikut ini contoh tata nama sebuah produk pestisida.
Merek dagang : Furadan
3 G
Nama umum (nama bahan aktif) : Karbofuran
Nama kimia : 2,3
dihidro-2,2 dimetil-7 benzonil Metil
karbamat
Golongan : Karbamat
Nama-nama kimia ini memang tidak banyak artinya terhadap
tanaman dan pengelola pertanian. Namun, litelaratur mengenai pengendalian OPT
biasanya merekomendasikan jenia pestisida dalam bentuk bahan aktif dan bukan
merek dagang. Misalnya, fungisida untuk mengendalikan penyakit busuk hitam pada
tanaman anggrek dianjurkan yang mempunyai bahan aktif mankozeb. Jika tidak diketahui jenis fungisida yang berbahan aktif mankozeb, akan terjadi pemakaian
fungisida yang salah. Selain itu satu jenis bahan aktif dapat diperdagangkan
dengan berbagai merek dagang. Karenanya para praktisi pertanian harus
mengetahui bahan aktif pestisida yang digunakannya. Misalnya bahan aktif karbofuran, dapat dijumpai dengan merek
dagang Furadan 3 G, Petrofur 3 G, atau
Curater 3 G.
Tabel 3 Golongan kimia, bahan
aktif, dan contoh merek dagang insektisida
Golongan
Senyawa
Kimia
|
Contoh
Bahan Aktif
|
Contoh
Merek Dagang
|
Organofosfat
Karbamat
Piretroid
|
Diazinon
Diklorvos
Klorpilifos
Monokrotofos
Triazofos
Fentoat
BPMC
Karbaril
Karboofuran
MICP
Alfa
Sipermetrin
Deltametrin
|
Diazinon,
Basudin
Sheltox
Ambithion,
Fomadol
Azodrin,
Nuvacron
Hostation,
Curacron
Elsan
Hopcyn
Sevin
Furadan
Mipcin
Fastac
Decis
|
Pengunaan
satu jenis bahan aktif secara terus-menerus dalam jangka waktu lama akan
menyebabkan terjadinya kekebalan OPT terhadap bahan aktif tersebut. Karena itu
agar tidak terjadi kekebalan OPT terhadap satu jenis bahan akyif, pemakaian
satu jenis bahan aktif sebaiknya tidak digunakan dalam jangka waktu yang lama.
Perlu dilakukan rotasi pada jenis bahan aktif yang digunakan. Artinya dalam suatu
masa periode tanam sebaiknya dipergunakan 2 – 3 pestisda yang mengandung bahan
aktif yang berbeda
.
Pada tabel 3, 4, dan 5 dijelaskan beberapa contoh merek
dagang pestisida, bahan aktif, dan golongan kimianya. Daftar bahan aktif
pestisida yang lebih lengkap disajikan pada tabel lampiran.
Tabel 4 golongan kimia, bahan
aktif, dan contoh merek dagang fungisida
Golongan
Senyawa
Kimia
|
Contoh
Bahan Aktif
|
Contoh
Merek Dagang
|
Tembaga
(Anorganik)
Organofosfat
Organoklorin
Karbamat
Triazol
|
Tembaga
Oksiklorida
Tembaga
Hidroksida
Cupro
Oksida
Fosfodifen
Pirazofos
Folpet
Propamokarb
Heksakonasol
|
Cuprafit,
Shell Copper
Kocide,
Champion
Copper
Sandoz
Kasumiron
Afugan
Akofol
Previcur
N
Anvil
|
Dengan
perjalanan waktu, mungkin beberapa bahan aktif tidak diperdagangkan lagi dengan
alasan tidak lagi efektif dalam mengendalikan OPT, tidak terlalu laku dipasaran
atau karena, menimbulkan pencemaran, dan keracunan. Selain itu, setiap tahun
akan muncul bahan aktif baru dengan keunggulan-keunggulan lain. Karenanya tidak
memungkinkan untuk membuat daftar yang bersifat permanen tentang merek dagang
pestisida yang tersedia di pasaran. Sangat penting bagi pengguna pestisida
untuk selalu membaca label pestisida,karena semua informasi yang dibutuhkan
tertera pada label.
Tabel 5 golongan kimi, bahan
aktif, dan contoh merek dagang herbisida
Golongan
Senyawa
Kimia
|
Contoh
Bahan Aktif
|
Contoh
Merek Dagang
|
Fenoksi
Bipiril
Organofosfat
Organoklorin
Sulponil
Urea
Triazin
|
2,4
D
Paraquat
Isopropil
Amina
Glifosat
Triklopir
Etilpiroza
Sulfuron
Atrasin
|
DMA
6
Gramaxone,
Herbatop
Round
Up, Polaris
Garlon
Billy
Sanutra
|
b.
Cara Kerja Racun Pestida
1. Racun kontak
Pestisida
jenis ini akan bekerja dengan baik jika terkena atau kontak langsung dengan
bagian tubuh OPT sasaran, sehingga sebaiknya dipakai untuk OPT yang berada
dipermukaan tanaman. Insektisida jenis ini tidak begitu efektif untuk
mengendalikan OPT yang berpindah-pindah dan terbang, seperti belalang dan
kumbang, kecuali jika serangga jenis ini hinggap pada tanaman yang masih
menyimpan residu pestisida, sehingga terjadi kontak antara serangga dan
insektisida. Tetapi insektisida jenis ini sangat efektif untuk mengendalikan
serangga yang menetap seperti ulat
grayak, kutu daun, dan semut, karena begitu disemprotkan, insektisida langsung
menyentuh tubuh hama.
Selain pada
insektisida, cara kerja seperti ini dimiliki oleh fungisida dan herbisida.
Herbisida racun kontak hanya mematikan bagian gulma yang terkena semprot,
sehingga penyemprotannya harus merata dan hanya cocok digunakan dengan
gulmayang tidak berkembang biak melalui perakaran, seperti gulma berdaun lebar.
2. Racun pernapasan
Cara kerja
racun pernapasan hanya dimiliki oleh insektisida dan rodentisida. Pestisida
jenis ini dapat membunuh serangga jika terhisap melalui pernapasannya. Waktu
aplikasinya menjadi penentu keberhasilan pengendalian dengan pestisida jenis
ini.
Jika
pestisida jenis ini disemprotkan bukan pada waktu puncak aktifitas hama,
efektifitasnya akan berkurang. Racun pernapasan sering juga disebut juga disebut
sebagai fumigan dan sering digunakan untuk mengendalikan hama gudang. Fumigan
juga dapat dipakai untuk melakukan sterilisasi tanah untuk mematikan hama yang
ada didalam tanah.
3. Racun lambung
Racun yang
terdapat di dalam pestisida ini baru bekerja jika bagian tanaman yang telah
disemprotkan termakan oleh OPT, sehingga racun yang ada pada permukaan daun
ikut termakan. Beberapa insektisida dan rodentisida bekerja dengan cara ini.
4. Racun Sistemik
Cara kerja
seperti ini dapat dimiliki oleh insektisida, fungisida, dan herbisida. Racun
sistemik setelah disemprotkanatau ditebarkan pada bagian tanamanakan terserap
kedalam jaringan jaringan tanaman melalui akar atau daun, sehingga dapat
membunuh OPT yang berada didalam jaringan tanaman seperti jamur dan bakteri.
Pada insektisida sistemik, serangga akan mati setelah memakan tanaman atau
menghisap cairan tanaman yang telah disemprot. Bagian tanaman atau cairan
tanaman menjadi racun lambung bagi serangga, sehingga sangat tepat untuk
mengendalikan serangga penggerek yang berada di dalam batang. Racun sistemik
memiliki toksisitas yang lebih rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan
racun lain.
Sedangkan pada
herbisida, jenis sistemik dapat mematikan bagian tanaman yang berada diatas dan
dibawah permukaan tanah, sehingga sangat tepat untuk mengendalikan gulma yang
menyebar melalui organ yang ada dibawah tanah, seperti teki dan alang-alang.
5. Herbisida Purna-tumbuh dan Pra-tumbuh
Pada
herbisida dikenal kelompok herbisida purna-tumbuh (post emergence) dan herbisida pra-tumbuh (pre emegance). Herbisida purna-tumbuh hanya dapat mematikan gulma
yang telah tumbuh dan memiliki organ yang sempurna seperti akan cabang dan
daun. Sedangkan herbisida pra-tumbuh mematikan biji gulma yang belum
berkecambah.
6. Racun Antikoagulan
Racun antikoagulan merupakan cara kerja yang
umum dari rodentisida. Racun ini menghambat bekerja dengan cara menghambat
proses pembekuan darah.
c.
Bentuk Formulasi Pestisida
Pestisida
tidak perna dipasarkan dalam bentuk bahan aktif murni. Bahan aktif pestisida
dicampur dengan bahan-bahan lain menjadi berbentuk tepung atau butiran atau
dapat juga dilarutkan dalam bahan kimia pelarut atau perekat sehingga menjadi
larutan pekat yang mudah larut didalam air. Tujuan pencampuran ini adalah agar
produk pestisida mudah dikemas, mudah digunakan,dan stabil didalam penyimpanan.
Produk akhir dari pencampuran disebut sebagai formulasi pestisida. Beberapa
jenis formulasi pestisida sebagai berikut.
1.
Water
dispersable granule (WDG)
Berbentuk
butiran halus (micro granules) bebas debu, merupakan formulasi kering yang
mudah dilarutkan dalam air. Formulasi ini didalam air bersifat kurang stabil
atau agak mudah mengendap, sehingga perlu diaduk terus-menerus selama proses
penyemprotan.
2.
Emulsifiable
concentrate (EC)
Dibentuk
dengan mencampurkan bahan aktif pestisida yang hanya larut didalam minyak
dengan penambahan bahan emulsi (pencampur minyak dan air). Dengan demikian
bahan aktif yang hanya larut didalam minyak dapat larut didalam air dan
membentuk larutan seperti susu. Bahan ini stabil setelah dilarutkan didalam air
dan tidak perlu diaduk terus-menerus.
3.
Salt
concentrate (SC)
Dibentuk
dengan menggabungkan bahan aktif dari turunan (derifatif) garam dengan air. Contohnya 2,4 D adalah bahan aktif
herbisida yang sukar larut di dalam air, dengan mereaksikan 2,4 D dengan bahan
garam dapat dibuat menjadi sangat larut. Bersifat cepat larut dan menyebar
mereta di dalam air tidak memerluka pengadukan terus-menerus.
4.
Wettable
powder (WP)
Dibentuk
dari bahan aktif dengan daya larut yang rendah. Wp mengandung bahan tambahan (filler), seperti tepung. Bahan aktif
direkatkan pada tepung melalui bahan perekat. Pestisida ini berbentuk tepung
kering bersifat tidak stabil didalam air sehingga perlu diaduk dengan teratur.
5.
Ultra
low volume (ULV)
Formulasi
ini berbentuk cair, dengfan kandungan bahan aktif yang sangat tinggi. Pestisida
konsentarat ini dirancang untuk disemprotkan dengan alat khusus (ultra low
volume) tanpa dilarutkan dalam air.
6.
Granule
(G)
Pestisida
ini berbentuk butiran padat dengan ukuran seragam, sehingga mudah ditebarkan.
Formulasi ini merupakan campuran antara bahan aktif dan butiran yang mampu
mengikat ion, seperti butiran liat dan vermikulit,
atau dengan cara melapisi bahan aktif dengan polimer seperti kapsul.
Merek dagang
pestisida biasanya selalu diikuti dengan singkatan formulasinya dan angka yang
menunjukan besarnya kandungan bahan aktif. Contohnya merek dagang herbisida
ronstar 250 ec, berarti mengandung 250 g/l bahan aktif oksadiazon yang diformulasikan dalam bentuk Emulsifiable Concentrate (EC). Contoh lain adalah merek dagang
Furadan 3G yang berarti mengandung 3 % bahan aktif karbofuran dalam formulasi granule
(G).
B. Karakteristik Pestisida
Dalam
menentukan jenis pestisida yang tepat,perlu diketahui karakteristik pestisida,
yang meliputi efektivitas, selektivitas, fitotoksisitas, residu, persistensi,
LD 50, dan kompatabilitas. Berikut ini akan dijelaskan karakteristik-karakteristik
tersebut.
a.
Efektifitas
Merupakan
daya bunuh pestisidaterhadap OPT. Pestisida yang bagus seharusnya memiliki daya
bunuh yang cukup untuk mengendalikan OPT dengan dosis yang terlalu tinggi,
sehingga memperkecil dampak buruknya terhadap lingkungan.
b.
Selektifitas
Selektivitas
sering disebut dengan istilah spektrum pengendalian, merupakan kemampuan
pestisida membunuh beberapa jenis organisme. Pestisida yang disarankan dalam program
PHT adalah pestisida bersifat selektif atau berspetrum sempit. Berarti
pestisida tersebut hanya membunuh OPT sasaran dan tidak berbahaya untuk
organisme lain dan aman bagi musuh alami OPT.
c.
Fitotoksisitas
Fitotoksisitas
merupakan suatu sifat yang menunjukan potensi pestisida untuk menimbulkan efek
keracunan bagi tanaman yang ditandai dengan pertumbuhan abnormal setelah
aplikasi pestisida. Pestisida yang sebaiknya digunakan adalah pestisida dengan
fitotoksisitas yang rendah. Beberapa jenis pestisida jika diaplikasikan dengan
cara yang tidak tepat akan merusak tanaman. Contohnya, penyemprotan fungisida
pada saat suhu udara sangat panas akan menyebabkan daun tanaman menjadi kuning
dan layu. Penyemprotan herbisida 2,4 D padi antara tanaman padi seharusnya
tidak menimbulkan pada gulma yang tumbuh kerusakan padi jika menggunakan dosis
dan kosentrasi yang disarankan pada labelnya.
d.
Residu
Residu
adalah racun yang tinggal pada tanaman setelah pemyemprotan yang akan bertahan
sebagai racun sampai batas waktu tertentu. Jika residu pestisida terlalu lama
bertahan pada bagian tanaman yang disemprot, akan berbahaya bagi manusia dan
mahluk hidup lain, karena residu pestisida akan termakan oleh manusia saat
mengonsumsi hasil pertanian. Tetapi jika racun pestisida terlalu cepat hilang
dari bagian tanaman yang disemprot,pestisida akan kehilangan efektifitasnya
dalam pengendalian OPT.
e.
Persistensi
Persistensi
adalah kemampuan pestisida bertahan dalam bentuk racun dalam tanah. Pestisida
yang mempunyai resistensi tinggi akan sangat berbahaya karena dapat meracuni
lingkungan. Pestisida dengan bahan aktif Eldrin
dan Dieldrin dapat bertahan di
dalam tanah dan aktif dalam bentuk racun selama 10 tahun. Karenanya, pestisida
jenis ini dilarang oleh pemerintah.
f.
Resistensi
Resistensi
merupakan kekebalan OPT terhadap aplikasi suatu jenis pestisida yang mudah
menyebabkan resistensi OPT sebaiknya tidak digunakan.
g.
LD
50 atau Lethal Dosage 50%
Berarti
besarnya dosis yang mematikan 50% dari jumlah mamalia percobaan (biasanya
tikus). Program PHT menginginkan pestisida dengan LD 50 yang tinggi. Artinya
hanya pada dosis yang sangat tinggi pestisida dapat mematikan mamalia. Dengan
kata lain daya racunya terhadap manusia dan binatang lebih rendah.
h.
Kompatabilitas
Kompatabilitas
adalah kesesuaian jenis pestisida untuk dicampur dengan pestisida lain tanpa
menimbulkan dampak negatif. Informasi tentang jenis pestisida yang dapat
dicampur dengan pestisida tertentu biasanya terdapat pada label di kemasan
pestisida.
C. Perjalanan Pestisida Setelah Penyemprotan
Setelah
diseprotkan pada tanaman, maka pestisida akan segera terkena pengaruh
lingkungan. Dengan mengetahui pengaruh yang akan terjadi pada pestisida setelah
disemprotkan sangat membantu untuk membuat program penyemprotan yang efisien
dan mencegah terjadinya pencemaran.
Setelah
disemprotkan kemungkinan pertama yang akan terjadi adalah angin akan meniup
embun hasil penyemprotan pestisida, sehingga menyebabkan perpindahan pestisida
ke daerah yang tidak diharapkan. Walaupun butiran semprot pestisidasampai ke
daerah sasaran, sebarannya tidak lagi merata. Jika hal ini terjadi pada
penyemprotan herbisida,akan terjadi kematian atau kerusakan pada tanaman pokok.
Untuk menghindarinya, sebaiknya pestisida penyemprotan pestisida dilakukan jika
tidak ada angin atau kecepatan angin dibawah 4 MPH dan tekanan tangki semprot
yang berlebihan harus dihindari. Kemungkinan lain yang terjadi pada pestisida
setelah disemprotkan sebagai berikut.
Pestisida setelah disemprotkan: dengan mengetahui pengaruh yang akan terjadi pada
pestisida setelah disemprotkan sangat membantu untuk membuat program
penyemprotan yang efisien dan mencegah terjadinya pencemaran.
a.
Run
off atau aliran permukaan. Sebagian dari butiran semprot yang membasahi daun
menetes jatuh ke tanah, mungkin karena penyemprotan yang terlalu lama di satu
tempat atau karena butiran semprot yang terlalu besar. Tetesan pestisida yang
jatuhdari tajuk tanaman ini berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan.
b.
Penguapan,
yaitu perubahan bentuk pestisidasetelah disemprotkan dari bentuk cair menjadi
gas dan hilang diatmosfer.
c.
Fotodekomposisi,
penguraian pestisida menjadi bentuk yang tidak aktif karena pengaruh cahaya.
d.
Penyerapan
oleh partikel tanah. Hal ini menyebabkan tertimbunnya sisa pestisida di
dalam tanah. Selain itu,penyerapan bahan aktif pestisida oleh tanah akan
menurunkan efektifitas pestisida yang memang ditujukan untuk mengendalikan hama
yang terdapat dibawah permukaan tanah.
e.
Pencucian
pestisida oleh hujan dan terbawah kelapisan tanah bagian bawah dan akhirnya
mencemari sumber air tanah dan air sungai.
f.
Reaksi
kimia, yaitu perubahan molekul pestisida menjadi bentuk yang
tidak aktif atau tidak beracun.
g.
Perombakan
oleh mikro-organisme tanah. Bahan
pembentuk pestisida setelah disemprotkan akan menjadi bagian dari tubuh
mikro-organisme.
***
Empat
EFEKTIFITAS PEMAKAIAN
PESTISIDA
EFEKTIFITAS pemakaian pestisida sangat ditentukan oleh jenis
pestisida yang tepat, dosis dan konsentrasi yang tepat, serta cara dan waktu
aplikasi yang tepat. Kesalahan dalam pemilihan pestisida membuat tujuan pemberian
pestisida tersebut menjadi sia-sia. Penggunaan dosis, konsentrasi, dan volume
semprot yang tepat mutlak harus dilakukan. Sebab, pemberian dosis dan
konsentrasi yang kurang atau berlebihan dari rekomendasi yang dianjurkanakan
berakibat pestisidatersebut tidak dapat bekerja sesuai dengan fungsinya.
Sedangkan cara dan waktu aplikasi yang tepat berhubungan dengan cara kerja
pestisida dengan fisiologis tanaman. Berikut ini akan dibahas tentang ketiga
faktor tersebut.
A.
Pemilihan
jenis pestisida yang tepat
Pemilihan jenis pestisida yang
paling cocok dan efektif digunakan sangat tergantung dari hal-hal berikut ini.
a. Jenis
OPT yang Sedang Berjangkit
Jenis dan cara OPT merusak
tanaman sangat menentukan jenis formulasi dan cara kerja pestisida yang
sebaiknya dipilih. Pada label kemasan pestisida biasanya tercantum jenis OPT
yang dikendalikan oleh pestisida tersebut.
b. Jenis
Tanaman yang Terserang
Dalam setiap kemasan pestisida,
produsen pestisida mencantumkan jenis tanaman yang dapat disemprot dengan pestisida.
Selain itu, nilai ekonomi tanaman juga sangat berpengaruh dalam menentukan
pilihan pestisida. Tanaman dengan nilai ekonomi tinggi dapet menggunakan
pestisida berharga lebih mahal dan memiliki keunggulan tertentu. Tabel 6.
Adalah contoh rekomendasi merek dagang pestisida untuk tanaman tertentu yang
diserang oleh OPT tertentu. Tabel selengkapnya disajikan pada lampiran.
Tabel 6. Beberapa rekomendasi pestisida untuk jenis
tanaman dan OPT tertentu
Jenis Tanaman dan OPT
|
Merek Dagang Pestisida
|
1.
Anggrek
Kutu
perisai (Parlatoria proteus)
2.
Bawang merah
Penyakit
jamur bercak ungu (Alternaia porri)
|
Supracide 40 EC
Anvil 75 WP Kocide 60 WDG
Daconil 500 F
|
c. Harga
Komperatif
Harga komperatif adalah
perbandingan harga dari alternatif pestisida yang ada dan anggaran yang
tersedia. Di pasaran tersedia beberapa merek dagang pestisida dengan fungsi dan
kandungan bahan aktif yang berbeda-beda. Para pengguna pestisida harus jeli membaca
label yang mencantumkan bahan aktif dan kepekatan bahan aktif dan tidak tergoda
dengan iklan-iklan tentang keunggulan salah satu merek pestisida. Berikut
contoh persoalan dalam memilih dua merek pestisida mengandung bahan aktif yang
sama dengan harga dan dosis pemakaian yang berbeda.
Pestisida X dengan dosis 2
kg/ha dijual dengan harga Rp 100.000/kg. Pestisida Y dengan dosis 1 kg/ha
ditawarkan dengan Rp 150.000/kg. Biaya yang harus dikeluarkan untuk
menyemprotkan pestisida X pada areal seluas 1 ha adalah 2 kg/ha x Rp 100.000 =
Rp200.000/ha. Untuk pestisida Y, biaya yang dikeluarkan adalah 1 kg/ha x
Rp150.000 kg/ha = Rp150.000/ha. Jadi, jelas biaya yang harus dikeluarkan untuk
setiap hektar lebih hemat jika menggunakan pestisida Y. Dalam memilih harga pestisida,
sebaiknya juga diperhatikan dosis pemakaiannya. Pada contoh diatas, walapun
pestisida Y memiliki harga per kg yang lebih tinggi dari pada pestisida X,
untuk biaya per hektar lebih murah.
d. Karakter-Karakter
Tertentu yang Mendukung Program PHT
Pestisida dengan spektrum
sempit, LD 50 yang tinggi dan persistensi rendah, sangat disarankan dalam
pelaksanaan program PHT.
e. Pencegahan
Kekebalan
Untuk mencegah terjadinya
kekebalan OPT terhadap pestisida, disarankan tidak menggunakan satu jenis bahan
aktif dalam jangka waktu panjang. Sebaiknya dilakukan pergantian atau rotasi
jenis bahan aktif pestisida setiap kurun waktu tertentu, dengan bahan aktif
yang berbeda pengaruhnya terhadap OPT. Contohnya racun pernapasan ditukar racun
kontakatau racun lambung.
B.
Dosis,
Konsentrasi, dan Volume, Semprot yang Tepat
Dosis, konsentrasi, dan volume
semprot yang tepat biasanya tertera pada label kemasan pestisida yang merupakan
hasil dari beberapa penelitian. Konsentrasi dan kepekatan campuran pestisida
adalah jumlah pestisida (dalam satuan volume atau bobot) yang harus dicampurkan
kedalam sejumlah air (dalam satuan volume). Jika label suatu pestisida
menyarankan pemakaian konsentrasi 1,5 – 2,5 cc/l, berarti dalam satu liter air
harus ditambahkan 1,5 – 2,5 cc pestisida, jika tangki alat semprot diisi dengan
10 liter air, berarti pestisida yang harus dicampurkan adalah 15 – 25 cc.
Sangat disarankan untuk menggunakan konsentrasi dan dosis terkecil terlebih
dahulu.
Pengguna pestisida sebaiknya
menggunakan gelas ukur atau timbangan, terutama jika didalam kemasan pestisida
tidak terdapat takaran untuk menentukan jumlah pestisda yanga harus dicampurkan
kedalam sejumlah air. Untuk praktisnya dilapangan, digunakan takaran tertentu
yang telah diketahui volumenya, misalnya 1 tutup botol pestisida tertentu
setelah diukur dengan menggunalkan gelas ukur mempunyai volume 10 ml, jika
untuk 1 tangki alat semprot haus dicampurkan 20 ml pestisida, cukup menuangkan
2 tutp botol pestisida. Dengan demkian gelas ukur tidak pedlu dibawah ke
lapangan.
Dosis pestisida merupakan
jumlah volume atu bobot pestisida yang harus disempritkan secara merata pada
luasan tertentu. Contohnya herbisida DMA menyarankan do9sis 1 – 1,51 DMA/ha.
Sedangkan volume semprot berarti volume campuran auir dan pestisida yang harus
disemprotkan secara merata pada luas tertentu, sepertli fungisida Dithane M45
menyarankan dosis 500 – 1000 liter larutan/hektar untuk mengendalikan penyakit
bercak daun Alternaria sp pada
tanaman bawang. Hal ini berarti 500 -
1000 liter larutandithane M45 yang telah dicampurkan dengan air harus
habis disemprotkan secara merata pada areal seluas 1 hektar. Untuk memperoleh
dosis dan volume semprot sesuai dengan yang tercantum pada label pestisida,
alat semprot perlu dikalibrasi dengan metode yang akan dibahas pada bagian
Enam.
Berikut ini adalah beberapa
petunjuk dalam mencampur pestisida dengan air.
a. Lakukan
pencampuran ditempat terbuka dan janngan dilakukan dirangan tertutup.
b. Pencampuran
pestisida dengan air hanya dilakukan jika akan segera mekakukan penyemprotan.
Jangan melakukan pencampuean sekarang untuk penyemprotan esok hari.
c. Gunakan
aor yang bersih, bening, dan tidk mengandung partikel atau kotoran yang akan
menyebabkan tersumbatnya mozel dari
alat semprot. Masukan tangan ke dalam sumber air, jika tangan masih dapat terlihat
air tersebut dapat digunakan. Jangan menggunakan air dengan tingakat kesadahan
yang tinggi, seperti air laut.
d. Isikan
air terlebih dahulu ke dalan tangki alat seprot, baru kemudian masukan
pestisida dan aduklah dengan hati-hati. Jangan mengisi tangki dengan pestisida
terlebih dahulu, kerena sebagian besar pestisida dapat menyebabkan timbulannya
busa pada saat air dimasukan alat semprot yang digunakan harus siap pakai benar
dan jangan menggunakan alat semprot yanga bocor.
e. Periksalah
kemasan pestisida jangan menggunakan atau membeli pestisida dengan kemasan
rusak. Jangan menggunakan pestisida yanga telah terlalu lama disimpam dan
mengalami perubahan fisilk, seperti terbentuknya garam disekitar tutup botol
atau perubahan warna.
f. Jangan
melakukan pencampuran pestisida satu dengan yang lain, jika belum yakin kedua
pestisda tersebut dapat dicampur. Pada label kemasan pestisida biasanya dicantumkan
jenis pestisda yang boleh dan tidak boleh dicampurkan. Pencampuran dua jenis
pestisda harus dilakukan dengan hati-hati, karena pencampuran tersebut dapat
mempertinggi atau menurunkan daya racun. Jika setelah pencampuran dua jenis
pestisida terbentuk endapan, atau kedua jenis pestisida membentukan lapisan
yang tidak dapat menyatu, seperti minyak dan air, kedua jenis pestisida
tersebut tidak kompetibel atau tidak dapat dicampurkan.
g. Buatlah
campuran pestisida dengan perhitungan kebutuhan luas areal yang akan
disemprotkan, sehingga setelah selesai menyemprot, tidak tersisa larutan
pestisida didalam trangki. Pestisida yang tersisa selain memperbesar biaya,
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan jika dibuang sembarangan.
h. Jangan
meningkatkan Dosis dan konsentrasi pestisida lebih tinggi dari kisaran yang
tercantum pada label pestisida. Dosis yaqng lebih tinggi dari yang disarankan
tidak akan meningkatkan efektifitas pengendalian, bahkan dapat merusak dan
meracuni tanaman. Jika pada dosis dan konsentrasi tertinggi sesuai dengan yang
tercantum pada labelnya, suatu pestisida tidak lagi efektif untuk mengendalikan
OPT disarankan mengganti jenis pestisida yang berbeda bahan aktifnya.
Diperlukan beberapa perhitungan
sederhana untuk mencapai dosis, konsentrasi, dan volume semprot seperti yang
disarankan pada label pestisida. Berikut ini disajikan beberapa contoh
perhitungan dosis dan konsentrasi pestisida.
a. Untuk
mengendalikan penggerek batang padi, disarankan menebarkan insektisida dengan
bahan aktif kabofuran dengan dosis 2
kg/ha. lnsektisida yang tersedia adalah Furadan 3G. Berapakah jumlah furadan 3G
yang harus ditebarkan agar tercapai dosis yang disarankan ?
Solusi :
Furadan 3G mengandung 3% bahan
aktif karbouran dalam formulasi granular. Untukl mencapai dosis 2kg karbofuran per hektar diperlukan Furadan
3G sejumlah 100/3 x 2 kg/ha = 66 kg Furadan 3G.
b. Untuk
mengendalikan bercak daun Cercospora pada
kacang tanah disarankan menggunakan fungisida Dithane M45 dengan dosis 2 kg/ha.
Alat semprot yang digunakan telah dikalibrasi untuk menyemprotkan larutan
sejumlah 50cc larutan per m2, dengan kapasitas tangki 25 liter. Berapakah
jumlah Dithane M45 yang harus dicampurkan kedalam tangki tersebut ?
Solusi:
Kemampuan semprot alat 50 cc/m2 = volume semprot 500
liter/ha.
Kapasitas tangki adalah 25 liter, sehingga untuk
penyemprotan seluas 1 ha dibutuhkan 500/25 = 20 tangki. Dengan kata lain,
diperlukan 20 kali pengisian tangki untuk dapat menyemprot kacang tanah seluas
1 ha.
Dosis yang dicapai adalah 2 kg Dithane M45/ha, sehingga
untuk setiap tangki harus ditambahkan dengan 2.000 gram Dithane M45/20 tangki =
100 gram Dithane M45
untuk setiap tangki yang berisi 25 liter air.
c.
Untuk
mengendalikan gilma berdaun lebar dan golongan teki pada tanaman bawang
disarankan memakai herbisida DMA dengan dosis 1-1,5 liter DMA per hektar dan
volume semprot 400 liter/ha. Berapa ml kisaran DMA yang harus dicampurkan ke
dalam tangki alat semprot yang berisi 12 liter air ?
Solusi:
Dosis 1 - 1,5 liter DMA/ha dengan volume semprot 400
liter campuean/ha, berarti 1 0 1,5 liter DMA harus dicampurkan 400 liter air
untuk menyemprot lahan seluas 1 hektar. Ini berarti konsentrasi yang dianjurkan
adalah 1 – 1,5 liter DMA/400 liter air atau 2,5 sampai 3,75 ml DMA/liter ait.
Jadi, untuk tangki alat semprot yang telah diisi dangan 12 liter air harus
ditambahkan DMA sebanyak 12 x 2,5 = 30 ml sampai 12 x 3,75 – 45 ml.
d. Untuk
mengendalikan ulat grayak pada tanaman cabai, insektisida Matador menyarankan
pemakaian konsentrasi 0,2 %. Berapa jumlah insektisida Matador yang harus
ditambahkan ke dalam tangki alat semprot yang telah diisi dengan 12 liter air ?
Solusi:
Kosentrasi 0,2% = 0,2/100 =
2/1000=2 cc/1000cc = 2cc/1 liter,. Jadi, insektisida Matador yang harus
ditambahkan ke dalam 12 liter air adalah 2 cc/1 x 121 = 24 cc.
e. Untuk
mengendalikan nematoda pada tanaman
tomat, disarankan menggunakan Furadan 3 G sebanyak 3 gram per lubang tanam.
Jika jarak tanam yang digunakan 50 cm x 60 cm, berapakah kebutuhan Furadan 3G
untuk lahan seluas 1 ha ?
Solusi:
Untuk lahan seluas 1 ha, dengan
jarak tanam 50 cm x 60 cm terdapat 10.000 m2/(0,5 m x 0,6 m) = 30.000 tanaman, sehingga dibutuhkan 3 gram x 30.000
= 90,000 gram = 90 kg Furadan 3G untuk tanaman tomat seluas 1 ha.
C. Cara
dan
Waktu Aplikasi Pestisida
yang Tepat
Sebagai telah dibahas pada bab
satu,pengendalian OPT yang berhasil diagnosis yang lebih dini dan akurat.
Pengetahuan para praktisi pertanian tentang siklus hidup OPT, saat OPT menjadi
sangat aktif, dan bagian tanaman yang akan terserang, sangat menentukan cara
aplikasi pestisida yang tepat.
Cara pengendalian OPTa untuk
setiap jenis pestisida (fungsida, insektisida , dan herbisida) sangat bervariasi. Selain itu, setiap jenis
formulasi pestisida (WP, WDG, EC, dan sebagainya) memiliki cara aplikasi yang
berbeda. Jenis tanaman dan tahap pertumbuhannyan juga sangat berpengaruh
terhadap penentuan cara aplikasi pestisida. Tanaman yang ditanam dengana cara
penanama benih, seperti jagung, kacang tanah, dan sebagainya, dapat menggunakan
insektisida granular yanga ditempatkan btersama dengan benih tanaman. Tanaman
di tempat pembibitan (nursery) dan
tanaman dewasa juga berbeda dalam cara aplikasi pestisida.
Informasi yang tepat dan detil
tentanga cara dan waktu aplikasi pestisida harus didapatkan pada saat membeli
suatu jenis pestisida. Informasi ini dapat berasal dari label kemasan
pestisida, brosur yang diterbitkan oleh produsen pestisida, atau dari penyuluh
pertanian
.
Penentuan waktu aplikasi
pestisida yanga tepat tergantung dari hal-hal sebagai berikut.
a. Jenis
OPT
Setap jenis opt memiliki puncak
aktivitas pada waktu tertentu. Contohnya beberapa jenis serangga pemakan daun,
pembuat lubang atau panggerek, dan siput beraktifitas pada malam hari, sehingga waktu yang tepat untuk
menyemprotkan insektisida atau moluskisida adalah pada sore hari.
b. Kondisi
lingkungan (angin, hujan, suhu udara, dan sebagainya)
Pestisida racun kontak dan
lambung sebaliknya tidak disemprotkan pada saat cuaca mendung (akan hujan).
Efektivitas pestisida jenis ini akan sangat menurun jika sebelum 8 jam setelah
penyemprotan terguyur hujan. Berbeda halnya dengan pestisida racun sistemik
yang harus berada di daerah perakaran untuk dapat diserap akar. Pada saat angin
kencang, sebaiknya penyemprotan dihentikan karena banyak butiran semprot akan
terbang terbawah angin sehingga hasil yang optimal sulit didapatkan. Suhu udara
yang terlalu tinggi akan menyebabkan fitotoksisitas pestisida meningkat,
sehingga dapat merusak tanaman.
c. Waktu
penyemprotan
Secara umum, disarankan waktu
yang baik untuk menyemprot pestisida adalah pagi hari (jam 07.00-10.00) dan pada sore hari (jam 15.00-18.00).
***
Lima
PEMAKAIAN INSEKTISIDA,
FUNGISIDA, HERBISIDA, DAN
SURFAKTAN
A.
Pemakaian
insektisida
Dengan meningkatnya kesadaran
akan bahaya pestisida pesistensi tinggi, maka jenis bahan aktif yang memiliki
persistensi tinggi saat ini telah diganti dengan jenis bahan aktif yang
memiliki persistensi rendah. Dulu, bahan aktif arsenical banyak digunakan sebagai racun lambung untuk serangga
penggerek selama lebih dari 40 tahun, sedangkan bahan aktif chlordane, aldrin, dieldrin, dan DDT
telah digunakan sejak tahun 1950 hingga 1970. Jenis bahan aktif tersebut
memiliki persistensi sampai 10 tahun ini, akhisrnya dilarang beredar dan
diganti dengan jenis yang memiliki persistensi lebih rendah, sehingga efek
pencemaran lingkungan dan bahaya keracunan lebih kecil.
Bahan aktif
dari golongan organofosfat dan karbamat selain memiliki persistensi lebih
rendah, efektif untuk mengendalikan hama tanah (soil borne) dan hama daun. Waktu aplikasi untuk pestisida dengan
persistensi adalah faktor yang sangat menentukan. Persistensi yang rendah
berarti waktu yang efektif dari residu pestisida untuk menjadi racun untuk hama
pengganggu lebih sempit, sehingga harus disemprotkan sedekat mungkin dengan
saat hama melakukan aktivitas terbanyak.
Telah
dikemukakan bahwa pengetahuan tentang siklus hidup OPT, dalam hal ini serangga,
sangat mentukan efektifitas pengendalianhama. Perkembangan hama umumnya melalui
tahap yang disebut metamofosis, yaitu perubahan telur, larva (umumnya berbentuk
ulat), kepompong, dan serangga dewasa.
Perlu
diperhatikan adalah pada tahap metamorfosis saat serangga tersebut menjadi
perusak tanaman. Aktivitas terbesar larva yang berbentuk ulat adalah makan
untuk mengumpulkan energi yang diperlukan peda saat menjadi kepompong, sehingga
tahap ini umumnya menjadi hama bagi tanaman. Beberapa jenis serangga dewasa
tidak memerlukan makanan tugasnya hanyalah kawin, bertelur, dan kemudian mati,
tetapi tidak sedikit pula serangga dewasa yang menjadi pengganggu tanaman.
Secara umum, pengendalian serangga pada tahap larva lebih disarankan, karena
lebih mdah dilakukan dan lebih berhasil guna.
Cara serngga
mersak tanaman juga harus dipertimbangkan dalam memilih dan mengaplikasikan
pertisida. Berdasarkan caranya merusak tanaman, serangga dapat dikelompokkan
mdenjadi 2 golonga. Pdertama, serangga pemotong atau penggerek yang dapat
merusak bagian atas (tajuk) dan akar tanaman, seperti ulat grayak, wereng, dan
belalang. Kedua, serangga pengisap cairan tubuh tanaman yang biasanya merusak
daun dan buah, sepeti aphid, wereng,
kutu daun, dan tiungau atau thrips.
Tabel 7.
Sifat beberapa bahan aktif insektisida
Bahan
aktif
|
Sifat
Bahan aktif
|
Contoh
Merek Dagang
|
Diazinon
|
Berspektrum
luas, merupakan racun moderat dari golongan organofosfat, nonsistemik,
tingkat residu moderat
|
Dizinon 60
EC, Diazionon 10 G, Neocidol 40 WP
|
Klorfirifos
|
Berspektrum
luas, racun moderat dari golongan organofosfat residu moderat
|
Dursban 20
EC, Lantek 400 EC
|
Karbaril
|
Daya racun
rendah, selektif dan residu moderat Indovin 85 SP, Petrovin 85 WP
|
|
Acphat
|
Sistemik,
daya racun rendah, residu moderat
|
Orthane 75
SP
|
Untuk
mengendalian serangga pemotong yng memakan bagian tanaman dapat digunakan
insektisida racun lambung, kontak, dan racun sistemik dengan menyemprotkan
merata keseluruh permukaan tajuk tanaman. Racun kontak paling efektif untuk
membasmi serangga yang masih dalam tahap larva (ulat), dapatdisemprotkan pada
sore hari dengan syarat residu pestisida harus melekat secara merata untuk
beberapa waktu. Perlu diperhatikan, minimum 8 jam setelah penemprotan, tidak
boleh terkena hujan. Diharapkan pada saat larva beraktiviatas pada malam hari, akan menyentuh residu pestisida
yang baru disemprotkan dan bisa mati.
Seranggga
yang sering terbang dapat dikendalikan
dengan racun pernapasan, racun lambung, atau racun sistemik. Sedangkan
insektisida racun kontak kurang efektif untuk mengendalikan serangga jenis ini.
Serangga penggerek batang yang bersembunyi didalam batang, seperti penggerek
batang padi, dapat dikendalikan dengan insektisida sistemikyang disemprotkan
atau dengan formula granular.
Insektisida granular dapat ditebarkan
pada hamparan tanaman padi, dengan harapan butiran insektisida akan tersangkut
pada pelepah daun padi dan terserap masuk kedalam tubuh tanaman, sebagian lagi
akan jatuh ke tanah dan terserap melalui akar. Pada tanaman jagung byang mulai
berbunga , biasanya insektisida granular
ditempatkan lebih kurang 1 sendik tah pada ketiak daun untuk mencegah serangan
ulat grayak (Spodoptera litura sp)
dan Heliothis sp.
Untuk
serangga penghisap cairan yang ada didaun atau buah juga dapat digunakan racun
sistemik selain jenis racun yang lain. Serangga perusak akar tanaman hanya
efektif dikendalikan dengan menggunakan racun sistemik. Untuk
mengoptimalisasikan penyerapan insektisida sistemik, maka penyemprotan
dilakukan pada pagi hari pada saat stomata
terbuka. Jika, pada prinsipnya jenis insektisida yang dipilih dan cara
aplikasinya harus disesuaikan dengan jenis dan karakter serangga yang ingin
dikendalikan.
B. penggunakan pestisida
Fungi atau jamur merupakan penyebab penyakit infeksi yang
utama pada tanaman. Jamur adalah organisme tingkat rendah yang tidak mdemiliki
klorofil, sehingga tidak dapat mengolah mdekanan sendiri. Karena itu jamur
memperoleh makanan dan energi dari sumber lain, seperti dengan melakukan
penetrasi ke dalam jaringan sel tumbuhan kemudian menyerap makanan. Tipe jamur
ini disebut sebagai jamur parasit.
Jenis jamur yang lain adalah saprofit
yang memperoleh energi dari proses pembusukan dan penguraian bahan organik.
Jamur yang
hidup sebagai perasit merupakan jamur penyebab penyakit tanaman. Meskipun
demikian, di antara jamur saprofit
pun dapat menjadi parasit jika faktor
lingkungan menguntungkan untuk menginfeksi jaringan tanaman. Contohnya adalah Fusarium, Pythium, dan Rhizoctania. Karenanya, untuk memilih
cara pengendaliaanya juga diperlukan pengetahuan mengenai siklus hidup jamur
dan faktor lingkungan yang dapat menyebabkan jamur menginfeksi jaringan
tanaman. Jamur akan tumbuh subur pada lingkungan yang lembab dan hangat.
Beberapa
jenis jamur juga bisa dibawah oleh serangga, atau jamur menginfeksi tanaman
setelah jaringan tanaman terluka oleh gigitan serangga. Dengan demikian,
pengendalian serangan serangga juga berpengaruh terhadap keberhasilan pengendalian
jamur. Pada penerapan konsep PHT, pengendalian jamur juga menekan cara-cara
non-pestisida, yaitu cara-cara yang menciptakan kondisi menguntungkan
perkembangan tanaman dan tidak menguntungkan bagi perkembang-biakan jamur.
Contohnya membuat drainase, aerasi tanah, sirkulasi udara yang bai, serta
pemupukan nitrogen yang berimbang.
PHT lebilh memprioritaskan pada pembentukan tanaman yang sehat dan subur,
karena tanaman yang sehat akan lebih tahan terhadap lserangan jamur.
Fungisida
digunakan jilka usaha0usaha lain telah diaksanakan secara maksimal. Sebagai
tindakan preventif, fungisida dapat diaplikasikan sebelum terajadi serangan
jamur, yaitu di saat kondisi lingkungan sangat kelembapan udara yang tinggi. Tindakan preventif
bertujuan mencegah penetrasr jamur ke dalam jaringan tanaman. Fungisida yang
disemprotkan untuk tindakan preventif biasanya memiliki spektrum pengendalian
yang luas dengan menggunakan dosis dan konsentrasi yang rendah. Sebagai
tindakan prevetif dapat juga digunakan jenis fungisida yang bersifat fungistatik untuk menghambat tumbuhnya
spora yang jatuh dipermukaan tanaman. Aplikasi fungisida yanga bersifat
preventif dilakukan dengan menyemprotkan pada seluruh daerah penanaman.
Tabel 9. Sifat beberapa
golongan dari bahan aktif fungisida
Golongan
|
Sifat
|
Bahan
Aktif
|
Merek
dagang
|
Benzimidazoles
Nitril
Phenilamid
Carbamat
|
Sistemik,
menghambat pembelahan sel
Cepat
menguap, menganggu fungsi sel
Sistemik,
menghambat sintesis RNA
Kontak,
spektrum luas, menghambat respirasi
|
Benomil
Cholorothalonil
Metelaxiyl
Thiram Maneb Mancozeb
Propamocarb
|
Benlate
Daconil
Ridomild
Gold
Rootone F
Phycozan, Trineb Dithane, Manzate Previcur N
|
Disamping
itu, dapat dilakukan tindakan penyembuhan (kuratif) setelah terlihat gejala
serangan jamur diatas ambang ekonomi. Pada tindakan kuratif biasanyan digunakan
fungisida berspektrum lebih sempit yang hanya ditujukan untuk jenis jamur yang telah menyerang tanaman dengan
konsentrasi dan dosis lebih tinggi. Tindakan kuratif bisa lebih murah, karena
pada tahap awal serangan fungi hanya
terjadi pada tempat-tempat tertentu (tidak menyerang seluruh tanaman), sehingga
dapat dilakukan penyemprotan hanya pada tempat yang terserang (spot application). Tindakan kuratif
umumnya lebih dulu disarankan karena lebih efektif.
Fungisida
yang bersifat racun kontak cocok untuk mengendalikan jamur yang muncul
dipermukaan tanaman, seperti jamur karat daun. Fungisida ini harus tercampur
merata dengan air yang cukup, disemprotkan dengan alat semprot bertekanan
memadai untuk menghasilkan kabut yang dapat membasahi dan menyelimuti seluruh
bagian tanaman yang terkena penyakit secara meata. Hasil semprot harus tetap
berada di permukaan tanaman hingga waktu tertentu, sehingga penyiraman tajuk
harus dihindari.
Fungisida
racun sistemik digunakan untuk mengendalikan jamur yang terdapat di bagian
dalam tanaman, seperti jamur upas di dalam batang apel. Racun sistemik juga
dapat disemprotkan seperti racun kontak, tetapi tujuannya adalah penyerapan
fungisida oleh stomata yang terdapat
pada daun. Karena itu, penyemprotan fungisida sistemik harus dilakukan pada saat stomata terbuka maksimum, yaitu pagi hari. Penyemprotan harus
mengutamakan daun bagian bawah, karena pada bagian ini paling banyak terdapat stomata. Selain itu, fungisida sistemik
dapat disiramkan pada pangkal batang agar diserap akar untuk mencegah jamur
yang berkembang pada jaringan epidermis tanaman, seperti yang dilakukan pada
pengendalian cendawan akar putih pada tanaman karet.
Penggunaan
satu jenis fungisida pada kurun waktu panjang harus dihindari. Seperti yang
terjadi pada serangga, jamur pun bisa kebal terhadap satu jenis bahan aktif
fungisida melalui serangkaian proses perubahan genetik. Di Amerika pada tahun 1973 telah dilaporkan
bahwa jamur Sclerotina sp kebal
terhadap fungisida berbahan aktif Benzimidazoles
dan pada tahun 1980 dilaporkan bahwa jamur Fusarium
spp menjadi tahan terhadap penyemprotan fungisida berbahan aktif Benomil.
Tabel 10. Cara kerja racun dan
contoh bahan aktif fungisida
Jenis Fungisida
|
Contoh
bahan aktif
|
Sistemik
Kontak
Spektrum
luas
Spektrum
sempit
|
Triadimenol,
triadimefon, benomil, mankozeb,
dimetomorf, Pirazofos, Alumunium fosetil,
karbendazim
Asama
fosfit, klorotanil, Folpet, Bitertanol, Tembaga hidroksida
Mankozeb,
Metil tiofanat, difenokonazol, karbendazim, klorotalonil
Maneb,
triflumozol, proklaraz, PCNB, Metalaksil
|
C.
Penggunaan
herbisida
Untuk
keperluan pengendaliannya, gulma
dibedakan menjadi 3 golongan. Pertama,
gulma berdaun lebar, seperti Boreria
alata, Chromolaena adorata, Mikania sp. Kedua,
gulma berdaun sempit (golongan rumput), seperti Axonopus, Paspalum, Panicum repens. Ketiga, golongan teki, seprti Cyperus
rotundus, Ciperus kilinga.
Herbisida purna-tumbuh
(post emergence) yang bersifat
selektif dapat digunakan untuk mengendalikan gulma berdaun lebar, golongan
teki, dan beberapa jenis rumput. Keunggulan herbisida selektif ini adalah tidak
membahayakan beberapa jenis tanaman pokok yang disarankan pada labelnya. Jadi,
dengan menggunakan herbisida purna tumbuh yang selektif kita dapat mematikan
gulma tanpa harus khawtir tanaman pokok rusak akibat terkena semprotan
herbisida. Meskipun demian, tentunya penggunaan herbisida ini harus sesuai
dengan petunjuk yang ada pada labelnya. Contuh herbisida selektif adalah DMA 6, Saturn, Akotrin, Agroxone.
Gulma yang
tidak dapat dibasmi dengan herbisida selektif dapat dikendalikan dengan
herbisida purna tumbuh yang berspektrum luas dan mempu membunuh hampir semua
tumbuhan. Jika menggunakan herbisida ini di antara tanaman pokok yang telah
tumbuh, penyemprotanya harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Karena kabut
semprotnya dapat mematikan tanaman utama. Kabut semprot yang terbang terbawah
angin (drift) adalah faktor utama
yang harus diperhatikan dalam menggunakan herbisida ini. Herbisida berspektrum
luas biasanya digunakan untuk membunuh gulma yang sulit dikendalikan, seperti
alang-alang. Contohnya adalah Round Up, Basmilang, dan Knock Down.
Herbisida
purna tumbuh memiliki dua cara kerja yang berbeda. Pertama, herbisida komtak yang hanya mematikan bagiam gulma yang
terkena semprot. Biasanya efektif untuk mengendalikan gulma berdaun lebar atau
gulma semusim yang tidak memiliki organ perkembang-biakan di bawah permukaan
tanah. Herbisida ini harus disemprotkan secara merata pada seluruh bagian
gulma. Herbisida komtak hanya membutuhkan waktu singkat untuk mematikan gulma.
Pengaruhnya dapat terlihat dalam waktu satu atau dua hari saja. Herbisida kontak tidak akan efektif
pada musim hujan, karena turunnya hujan setelah penyemprotan akan mencuci racun
yang melekat pada permukaan daun.
Cara kerja
yang Kedua adalah herbisida sistemik.
Racun dari herbisida sistemik akan masuk kedalam jaringan tanaman melalui daun
gelma dan di translokasikan sampai pada akar. Karenanya, herbisida sistemik
sangat efektif untuk mengendalikan gulma yang memiliki rhizoma atau stolon,
seperti alang-alang dan teki. Karena
herbisida ini akan mematikan gulma sampai pada bagian yang terdapat di bawah
tanah. Herbisida sistemik tersedia dalam formula granul (butiran) yang biasa dipakai pada tanaman padi. Herbisida granular ini diaplikasikan dengan cara
menebarkan secara merata kepermukaan sawah sebelum penanaman padi. Biasanya,
herbisida ini bersifat selektif, sehingga tidak berbahaya untuk tanaman utama.
Waktu yang dibutuhkan herbisida sistemik untuk mematikan gulma biasanya lebih
lama, yaitu 1 – 2 minggu.
Pengolahan
tanah atau pencabutan gulma setelah penyemprotan herbisida tidak disarankan,
karena dapat mengurangi efektivitasnya. Pengolahan tanah akan memutuskan
hubungan antara tajuk dan akar gulma, sehingga herbisida tidak dapat mencapai
akar gulma. Jika pengolahan tanah dilakukan pada saat herbisida sistemik belum sampai
mematikan rhizome atau stolon, gulma baru akan segera tumbuh
dari rhizoma dan stolon yang terputus tadi.
Aplikasi herbisida pre-emergence
atau pra-tumbuh bertujuan mematikan biji gulma yang ada di dalam tanah. Tetapi
tidak berarti jika kabut semprotnya terkena pada tanaman yang telah tumbuh
tidak berbahaya. Beberapa tanaman atau gulma yang terkena semprot herbisida pra-tumbuh memperlihatkan gejala daun yang layu, menguning, beberapa
jenid tanaman atau gulma dapat tumbuh kembali ttetapi beberapa diantaranya bisa
mati. Dengan demikian, jika ingin menyemprotkan herbisida pra-tumbuh di antara
tanaman, faktor drift juga harus
dipertimbangkan, tentunya penyemprotan harus dihentikan jika terjadi angin
kencang.
Aplikasi
herbisida pre-emergence memang sangat
berbeda dengan cara aplikasi pestisdia
lain. Tahap aplikasinya sebagai berikut.
1. Herbisida
purna-tumbuh biasanya disemprotkan paling sedikit 2 minggu sebelum benih
ditanam, setelah pengolahan tanah dan pembersihan gulma secara mekanis selesai
dikerjakan. Herbisida yan telah dilarutkan ke dalam air dengan konsentrasi yang
tepat, disemprotkan secara merata ke atas permukaan tanah.
2. Penyemprotan
dilakukan dengan berjalan mundur. Dosis larutan per hektar yang tertera pada
label herbisida harus diikuti dengan tepat. Karenanya, sebelum penyemprotan,
alat semprot sebaiknya telah dikalibrasi.
3. Sedapat
mungkin hindari adanya daerah yang tidak terkena semprot karena biji gulma
masih bisa tumbuh. Untuk menghindari daeerah yang tidak terkena semprot,
sebaiknya batas antara daerah yang telah dan belum disemprot diberi tanda.
4. Tanah
yang telah disemprot tidak boleh diinjak atau diolah lagi sampai saat menanam benih. Hasil penyemprotan herbisida
ini akan membentuk selalput tipis (lapisan film) di atas permukaan tanah yang
akan mematikan setiap kecambah gulma. Mengolah tanah akan merusak lapisan film
yan telah menutupi permukaan tanah, sehingga biji gulma dapat tumbuh kembali.
5. Setelah
tanaman utama tumbuh dengan baik dan telah memiliki tinggi yang cukup aman
(biasanya setelah 6 – 8 minggu), penyemprotan kedua dapat dilakukan.
6. Herbisida
pra-tumbuh ini biasanya tidak efektif untuk menekan pertumbuhan gulma yang berasal dari rhizoma atau stolon.
Tabel 11. Cara kerja racun dan
contoh bahan aktif herbisida
Janis Herbisida
|
Contoh
bahan aktif
|
Purna
tumbuh – Sistemik – Selektif
Purna
tumbuh – Kontak – Selektif
Purna dan
Pra-tumbuh – Sistemik – Selektif
Purna dan
Pra-tumbuh – Sistemik – Spektrum luas
Purna
tumbuh – Kontak – Spektrum luas
Purna
tumbuh – Sistemik – Spektrum luas
Pra-tumbuh
|
2,4 D,
Dikamba, Imazapik,
Imazakuin,
Kalium MCPA
Oksifluorfen
Ametrin,
Atrazin, Etil karfentrazan,
Diuron,
Metilmetsulfuron
Sulfosat
Bentazon
Glifosat,
Amonium glufosinat
Etil
pirazosulfuron, Klomazen, Simazin, Flufenaset, Oksadiazon
|
D.
Pemakaian
Surfaktan
Telah dikemukakan
bahwa efektifitas pestisida bisa tercapai jika kabut hasil penyemprotan menutup
rapat seluruh tajuk tanaman dan residunya bertahan didaun untuk waktu tertetu.
Namun, hal ini sukar dicapai, karena umumnya permukaan daun memiliki lapisan
lilin atau ditutupi bulu-bulu halus, yang menyebakan kabut semprot tidak dapat
melapisi secara sempurna. Lapisan lilin menyebakan kabut semprot yang jatuh kedaun membentuk butiran yang
lebih besar dan menggelinding jatuh ke permukaan tanah (ingat fenomena air di
atas daun talas). Sedangkan turunya hujan setelah penyemprotan menyebabkan
pestisida yang telah disemprotkan akan tercuci sehingga residunya tidak tinggal
lebih lama dipermukaan daun. Dua kendala tersebut sering menyebabkan pemakaian
pestisida menggunakan dosis lebih tinggi atau melakukan penyemprotan lebih
sering, sehingga jumlah pestisida yang digunakan lebih besar. Hal ini, selain
meningkatkan biaya produksi akan meningkatkan pencemaran lingkungan.
Surfaktan,
ataub sering disebut bahan perata, bahan perekat, spraying ajuvant, sticker, atau wetting
agent dapat membantu meminimalisasi masalah do atas. Pemakaian sangat
disarankan untuk usaha pertanian yang berorientasi pada keuntungan untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan pertisida. Surfaktan menurunkan tegangan permukann air, sehingga kabur
semprot yang jatuh kedaun tidak membentuk butiran, tetapi menyebar keseluruh
permukaan daun. Selain itu, surfaktan berfungsi sebagai lperekat yang
menyebabkan pestisida bertahan lebih lama di permukaan daun dan tidak medah
tercuci oleh hujan. Dengan pemakaian surfaktan, konsentrasi dan dosis pertisida
yang digunakan dapat dikurangi dan frekuensi penyemprotan dapat diperjarang.
Penambahan
surfaktan dilakukan setelah pestisida
dan air dicampurkan di dalam tangki alat
semprot dengan jumlah yang sesuai dengan anjuran. Jangan memasukan surfaktan ke
dalam tangki alat semprot sebelum air diisi, karena ketika diisi air, akan
terbentuk busa. Konsentrasi pencampuran setiap merek dagang surfaktan bisa berbeda-beda. Karena itu,
bacalah anjuran pemakaian surfaktan yang tertera pada kemasan sebelum
menggunakannya.
Tabel 12. Beberapa contoh merek
dagang dan bahan aktif surfaktan
Merek
Dagang
|
Bahan
Aktif
|
Sandovit
Agristick
Tenac
sticker
Agral 900
Citowet
Ingrostick
|
Alkilaril
poliglikol eter 958 g/l
Alkilaril
poliglikol eter 400 ml/l
Fiona 78/81/HVI 650 80%
Kondensat
monil fenol etilen oksida 920 g/l
Alkilaril
poliglikol eter 1050 g/l
Alkil
orefin aromatik polimer 45%
|
***********************************